ptik.umsida.ac.id — Dosen Program Studi Pendidikan Teknologi Informasi (PTI) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Cindy Cahyaning Astuti MSi, dan Dr Rahmania Sri Untari MPd, melakukan penelitian terkait pemetaan karakteristik kecamatan di Kabupaten Sidoarjo. Dengan memanfaatkan analisis cluster hierarkis menggunakan algoritma average linkage, penelitian ini berhasil mengelompokkan 18 kecamatan berdasarkan sektor geografi, pendidikan, pertanian, dan industri.
Pentingnya Pemetaan Karakteristik Wilayah
Sidoarjo sebagai salah satu kabupaten penyangga Surabaya memiliki potensi wilayah yang beragam. Terdiri dari 18 kecamatan, setiap wilayah memiliki ciri khas dalam hal jumlah penduduk, luas lahan, sekolah, industri, hingga produksi pertanian. Namun, data tersebut selama ini hanya disajikan secara deskriptif tanpa analisis lebih lanjut.
Menurut tim peneliti, analisis mendalam sangat diperlukan untuk membantu pemerintah daerah merancang strategi pembangunan yang lebih tepat sasaran. “Cluster analysis memungkinkan kita mengetahui kecamatan mana yang unggul dalam sektor tertentu, sekaligus wilayah mana yang membutuhkan perhatian lebih,” jelas Cindy Cahyaning.
Lihat Juga: Prodi PTI Umsida Cetak Lulusan Unggul dan Inovatif di Era Digital Melalui Visi, Misi, dan Tujuannya
Dengan menggunakan data sekunder dari publikasi “Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka 2016”, penelitian ini memilih 12 variabel utama yang mewakili empat sektor penting, yaitu luas wilayah, jumlah sekolah, jumlah siswa, luas lahan pertanian, hasil panen, jumlah industri, serta tenaga kerja. Variabel-variabel ini kemudian dianalisis untuk membentuk kelompok wilayah dengan karakteristik serupa.
Metode Analisis Cluster Hierarkis
Penelitian ini menerapkan hierarchical cluster analysis dengan algoritma average linkage, di mana objek atau kecamatan dikelompokkan berdasarkan kesamaan rata-rata jarak antar variabel. Proses analisis dilakukan menggunakan software SPSS 20 setelah data distandardisasi dan diuji melalui principal component analysis.
Hasil penelitian menunjukkan terbentuknya empat cluster utama dari 18 kecamatan di Sidoarjo.
- Cluster 1 terdiri dari Kecamatan Sidoarjo yang unggul dalam sektor pendidikan dengan jumlah sekolah dan siswa terbanyak.
- Cluster 2 terdiri dari 14 kecamatan seperti Buduran, Candi, Porong, dan Taman, yang menonjol di sektor pertanian, terutama luas lahan panen dan produksi padi.
- Cluster 3 terdiri dari Kecamatan Jabon dan Sedati, yang unggul dalam luas wilayah namun relatif rendah dalam sektor pendidikan dan industri.
- Cluster 4 hanya terdiri dari Kecamatan Waru, yang dominan dalam sektor industri dengan jumlah industri besar, kecil, dan tenaga kerja terbanyak.
“Pemetaan ini membantu pemerintah memahami prioritas pembangunan. Misalnya, Waru bisa difokuskan untuk pengembangan industri, sementara kecamatan lain diperkuat dalam sektor pendidikan atau pertanian,” ujar Dr Rahmania Sri Untari.
Hasil Penelitian dan Implikasi Kebijakan
Hasil analisis ini memberikan gambaran jelas tentang dominasi dan kelemahan setiap cluster. Kecamatan Sidoarjo sebagai pusat pendidikan memiliki perkembangan signifikan dalam jumlah sekolah, siswa, dan fasilitas pendidikan. Sementara itu, mayoritas kecamatan lain lebih kuat di bidang pertanian dengan kontribusi besar pada produksi padi Sidoarjo.
Di sisi lain, Jabon dan Sedati yang memiliki wilayah luas perlu perhatian lebih dalam pengembangan sektor pendidikan dan industri. Adapun Waru muncul sebagai pusat industri dengan tenaga kerja terbanyak, menjadikannya strategis untuk pembangunan ekonomi berbasis industri.
Lihat Juga: Mengenal Dekat Prodi PTI Umsida melalui Sejarah dan Perkembangannya
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan hasil pemetaan cluster untuk merancang strategi pembangunan yang lebih seimbang. Dengan mempertahankan sektor dominan dan memperkuat sektor yang lemah, pembangunan di Sidoarjo dapat berjalan lebih merata.
“Analisis cluster bukan hanya soal angka, tetapi juga cara melihat wilayah dengan perspektif yang lebih komprehensif. Dengan begitu, kebijakan pembangunan bisa lebih inklusif dan sesuai kebutuhan masyarakat,” pungkas Cindy Cahyaning.
Penulis: Mutafarida